PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI SMA NEGERI 1 KECAMATAN MUARA KAMAN KABUPATEN KUTAIKERTANEGARA
Makalah yang Disampaikan sebagai tugas Orientasi Baru Dalam Psikologi Belajar
Dibawah asuhan Dosen Drs.Sujiman, S.pd
BAB I
PENDAHULUAN
Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara
lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya bidang pendidikan.
Untuk menghadapinya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Berbicara mengenai mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar dimana aktivitas belajar siswa menunjukkan indikator lebih baik.
Untuk mencapai pokok materi belajar siswa yang optimal tidak lepas dari kondisi
dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Dengan motivasi
belajar pada siswa disaat pemberian layanan pembelajaran yang baik tidaklah
mudah, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pendidik, orang tua,
dan siswa.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 3 dinyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan peran serta dari semua pihak, antara lain adalah lembaga pendidikan. Berbagai upaya terlah dilakukan oleh lembaga pendidikan utuk meningkatkan mutu pendidikan, seperti penyediaan media pembelajaran laboratorium perpustakaan dan para penyelenggara pendidikan terutama tenaga pengajarnya.
Di sisi lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan diadakannya tes setiap akhir semester untuk mengetahui prestasi siswa dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan serta untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam menyajikan materi pelajaran dalam kurung waktu tertentu sesuai dengan kurikulum.
"Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal". Faktor internal berasal dari dalam diri sendiri,
sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri siswa. Faktor yang berasal
dari luar meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat serta lingkungan keluarga.
Sedangkan faktor yang timbul dari dalam diri siswa berupa faktor biologis seperti faktor kesehatan misalnya cacat mental. Sedangkan faktor psikologisnya seperti kecerdasan, bakat, minat, perhatian serta motivasi belajar siswa.
Faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah motivasi belajar siswa. Motivasi belajar siswa juga memiliki motivasi siswa dalam belajar memiliki berbagai macam tingkatan.
Seorang siswa yang sekolah memiliki motivasi belajar yang tinggi akan rajin mengerjakan segala tugas yang dibebankan kepadanya. Siswa juga akan rajin belajar untuk mengulang semua materi pelajaran yang diberikannya, sehingga pada akhir semester kelas III SMA akan mampu mengerjakan soal ujian dengan perolehan prestasi yang lebih meningkat.
Seorang siswa yang memiliki motivasi yang rendah akan malas untuk belajar sehingga akan berpengaruh juga terhadap prestasi belajarnya.
Lingkungan keluarga juga mempunyai hubungan yang erat, terutama
yang berkaitan dengan upaya pemotivasian siswa dalam belajar.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan utama yang berada di luar sekolah yang memberikan andil utama dan mendasar di dalam pembentukan sikap,
kepribadian dan kebiasaan.
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar adalah latihan. Seorang anak yang
memiliki IQ tinggi akan mudah menerima apa yang diberikan oleh guru-
gurunya.
Apabila diberikan soal untuk diselesaikan anak tersebut mampu
mengerjakan. Akan tetapi siswa yang memiliki IQ yang pas-pasan jika
disertai dengan latihan yang intensif akan mampu mengerjakan soal yang
diberikan oleh gurunya.
Dengan latihan yang dilakukan secara terus-menerus akan meningkatkan kemampuan siswa. Dengan keberhasilan mengerjakan soal-soal tersebut, maka prestasi belajarnya akan meningkat.
Pada saat kegiatan belajar mengajar,
dalam menyampaikan materi pelajaran berbeda satu dengan yang lainnya.
Metode yang digunakan, kebiasaan yang kurang baik yang dilakukan, atau
materi yang diberikan oleh guru akan mempengaruhi daya tangkap siswa
dalam menyerap materi yang ada.
Kurikulum yang terlalu padat dengan materi yang kurang relevan dengan tujuan pembelajaran, hanya akan membuat bingung siswa, sehingga siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar.
Oleh karena itu, perlu mencari penyebab mengapa mereka tidak
menguasai mata pelajaran tertentu. Keadaan ini mungkin disebabkan faktor
tertentu seperti yang disebutkan di atas tadi, sehingga siswa tersebut kurang
atau tidak berhasil dalam pelajarannya
Peningkatan kualitas guru pun dalam proses belajar mengajar termasuk salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan. Dalam proses pendidikan, peserta didik / siswa merupakan sentral dalam proses pendidikan.
Mereka adalah sumber daya manusia yang harus dikembangkan potensinya. Dalam hal ini, guru menempati posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Sebagai pengajar guru seyogyanya membantu perkembangan siswa untuk dapat menerima dan memahami serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu guru harus memotivasi siswa agar senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan.
Pada akhirnya, seorang guru dapat memainkan perannya sebagai motivator dalam proses belajar mengajar bila guru itu menguasai dan mampu melakukan keterampilanketerampilan didaktik dan metodik yang relevan dengan situasi dan
kondisi para siswa.
Dengan demikian siswa dapat menyerap apa yang telah diajarkan oleh guru dan besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan potensinya.
Motivasi belajar kerap dikenali sebagai daya dorong untuk mencapai hasil yang baik yang biasanya diwujudkan dalam bentuk tingkah laku belajar atau menunjukkan usaha-usaha untuk mencapai tujuan belajar.
Di dalam kenyataannya, seringkali guru mengalami kesulitan melakukan upaya-upaya memotivasi siswa. Sehubungan dengan hal di atas, maka pada paparan berikutnya dibahas lebih rinci mengenai pengertian motivasi secara teoretis (Bab II). Berdasarkan ulasan teoretis tersebut selanjutnya dibahas mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
BAB II: DASAR TEORI MOTIVASI
Pengertian Motivasi dan perbedaannya denganMotif
Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich, 2003).
Menurut Slameto (2003:170) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu
proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah
umum dari tingkah laku manusia.
Menurut Bimo Walgito (2003:220) menyatakan bahwa motivasi adalah
keadaan dalam individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.
Menurut Dimiyati dan Mudjiono (2002:80) motivasi adalah dorongan
mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan, harapan,
kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif. Keadaan inilah yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu
belajar.
Menurut Oemar Hamalik (2005:106), motivasi adalah suatu perubahan
energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan
dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Menurut Sardiman A. M. (2006:73), motivasi adalah suatu perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Istilah motivasi mengacu kepada faktor dan proses yang mendorong
seseorang untuk bereaksi dalam berbagai situasi. Sedangkan menurut Rochman
Natawidjaya (1979:78) menyatakan motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku, yang mengatur
tingkah laku atau perbuatan untuk memuaskan kebutuhan atau menjadi tujuan
Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007).
Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).
Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).
Belajar dan motivasi tidak dapat saling dipisahkan artinya seseorang
melakukan aktifitas belajar tertentu tentu didukung oleh suatu keinginan yang
ada pada dirinya untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini karena motivasi sangat
menentukan keberhasilan belajar.
Menurut Filmore Sanford (Un Effendi dan Juhaya SP, 1993: 60), motivasi akar katanya adalah motif. Motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu.
Sedangkan motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar dia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga agar dia tergrak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
(Ngalim Purwanto, 1992: 71). Kata “Motif” juga diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subyek untuk melakukan aktifitas – aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.
Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi itu dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat – saat tertentu
terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau
mendesak. (Sardiman, 20001:71).
Sedangkan Mc. Donald (Sardiman, 2001:71) berpendapat bahawa
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dari pengertian yang dikemukakan Mc.Donald ada tiga elemen penting yaitu :
a) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri
setiap individu manusia
b) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan
emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
c) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
W.S Winkel (1996:151), mengatakan bahwa motivasi adalah daya penggerak di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu.
Wasty Soemanto (1983:193) berpendapat bahwa “ motivasi bertalian
dengan 3 hal yang sekaligus merupakan aspek – aspek dari motivasi. Ketiga
hal tersebut ialah : “ keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating
sataes), tingkah laku tersebut (goals or end of such behavior).
” Menurut M. Ngalim Purwanto (1992 : 60) mengemukakan definisi motivasi adalah “segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.”
Maslow (1943 - 1970) mengemukakan bahwa : “ Tingkah laku manusia
dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan – kebutuhan tertentu, seperti :
kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan aktualisasi diri,
mengetahui dan mengerti, dan juga kebutuhan estetik. “
Goerge R.Terry, Ph.D. menyatakan bahwa : “ motivation is the desire within an individual that stimulates him or her to action.” ( motivasi adalah keinginan di dalam seorang individu yang mendorong untuk bertindak).(Moekijat, 2001: 5)
Horlad Konntz et al. mengatakan bahwa : “ motivation refers to the drive and effort to satisfy a want or goal.” (motivasi menunjukkan dorongan dan usaha untuk memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan). (Moekijat, 2001: 5).
Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut, secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong
seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan
yang dikehendaki siswa tercapai.
Hal tersebut senada dengan pendapat Sardiman A.M (1986:75) bahwa “ motivasi belajar keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat tercapai.
Motivasi yang menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar dapat
timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Sehubungan
dengan itu Sardiman (1996 : 90) mengemukakan bahwa :
“ Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang menjadi aktif atau tidak memerlukan
rangsangan dari luar, karena dari dalam diri individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang aktif atau
berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.”
Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi
dengan berbagai sudut pandang mereka masing – masing namun intinya sama,
yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke
dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian motivasi adalah daya penggerak atau pendorong yang ada di dalam
diri individu untuk melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan. Dalam
kegiatan belajar, motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak
didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat
tercapai.
Adapun teori tentang motivasi yang merupakan hasil pengamatan para
ahli diantaranya adalah: Teori Hedonistis.
Martin Handoko (1992 11) mengemukakan arti tentang motivasi sebagai
berikut :
“ Bahwa segala perbuatan manusia entah itu disadari ataupun tidak disadari,
entah itu timbul dari kekuatan luar maupun kekuatan dalam, pada dasarnya
mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal – hal yang menyenangkan dan
menghindari hal – hal yang menyakitkan”.
Berdasarkan dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa manusia
dalam bertingkah laku, baik disadari atau tidak, timbul dari kekuatan dalam
diri atau luar, pada dasarnya adalah untuk mencapai satu tujuan yaitu mencari
hal – hal yang menyenangkan dan menghindari hal – hal yang menyakitkan.
Jadi dapat dikatakan bahwa selama tingkah laku itu menyenangkan maka
orang akan cenderung melakukan perbuatan itu.
Sebagai contoh, setiap orang dalam melakukan kegiatan belajar, cara yang dilakukan antara satu dengan yang lainnya tentu berbeda, ada pula yang lebih suka belajar sambil makan makanan kecil. Kebiasaan – kebiasaan dalam belajar diatas tidak ada yang salah ataupun benar, karena mereka dalam melakukan kebiasaan tersebut sesuai dengan kesenangan masing – amsing yang tentunya menguntungkan bagi mereka.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa tingkah laku manusia
timbul karena adanya dorongan di dalam dirinya. Sebagai contoh, orang
melakukan kegiatan belajar karena adanya dorongan atau motivasi di dalam
dirinya yaitu dorongan rasa ingin tahu. Disamping konsep motivasi terdapat pula konsep motif. Kedua konsep ini sebenarnya berbeda namun dalam
penggunaannya sering tertukar.
Morgan (1975) menegaskan adanya perbedaan antara kedua konsep tersebut. Menurutnya, motif merupakan suatu kekuatan dalam diri yang mendorong seseorang melakukan suatu tindakan, selaras dengan kebutuhan yang ada dalam dirinya.
Sedangkan motivasi adalah suatu keadaan yang menggerakkan, mengarahkan tingkah laku individu (Morgan, 1979) . Dengan demikian, motivasi merupakan perwujudan dari potensi motif dalam diri individu yang akan dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku nyata, selaras dengan situasi yang dihadapinya.
McClelland (1975) mengatakan pula bahwa setiap tingkah laku mempunyai motif.
Motif sebenarnya timbul karena adanya kebutuhan. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang biasa dikenal dengan istilah need. Adanya kekurangan dalam diri individu (dalam arti adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang menjadi kenyataan) menandakan adanya kebutuhan. Adanya kebutuhan inilah yang menimbulkan motif, yaitu kekuatan dalam diri yang mendorong dan mengarahkan tingkah laku individu agar dapat memuaskan kebutuhannya tersebut.
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah.
Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
Pengurusan kejuruteraan (Engineering Management) adalah merupakan salah satu subjek saya semester ini. Dalam bab motivasi, saya ingin kongsikan satu teori motivasi yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow.
Maslow menyatakan dalam kehidupan manusia, kehendak dan keperluan manusia adalah mengikut peringkat peringkat keperluan.
Manusia bermotivasi untuk berkehendak kepada keperluan peringkat rendah (lower order) seperti keperluan asas (physiological) dan keselamatan (safety). Pada peringkat, ia banyak dipengaruhi oleh faktor luaran dan persekitaran (external factor).
Apabila sudah mencapai tahap ini, manusia berkehendak kepada keperluan tahap tinggi (high order) seperti keperluan bersosial (social), keperluan penghormatan (esteem) dan jati diri (self-actualization). Ia lebih didasari oleh faktor dalaman (internal factor). Mengikut teori ini,ia menyatakan manusia bermotivasi untuk memperjuangkan keperluan peringkat rendah (asas) sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan
TEORI MOTIVASI HERZBERG (1966) Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).
Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
TEORI MOTIVASI DOUGLAS McGREGOR Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y : karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
TEORI MOTIVASI VROOM (1964) Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
• Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan
Achievement TheoryTeori achievement Mc Clelland (1961), yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
• Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
• Need for Power (dorongan untuk mengatur)
Clayton Alderfer ERG Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow.
Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi. Faali keamanan sosial penghargaan Aktualisasi diri
Dalam disiplin ilmu psikologi, motivasi mengacu pada konsep yang
digunakan untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang ada dan bekerja
pada diri organisme atau individu yang menjadi penggerak dan pengarah
tingkah laku individu tersebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dengan motivasi, seseorang akan dapat melakukan suatu tindakan. Jika
tidak ada motivasi. Maka individu tidak akan dapat mencapai tujuannya.
Berikut ini adalah beberapa definisi motivasi dari para ahli antara
lain:
”A motive is an iner state that energizes activates, or moves (hence ’motivation’), and that directs or channels behavior toward goals” . (Luthan, F., 1981:150)
(Motif adalah keadaan dalam diri yang membangkitkan, mengaktifkan, atau menggerakkan (selanjutnya disebut motivasi), dan mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku pada tujuan.
“Motivation is usually defined as the process by which behaviour is energized and directed”. (Wexley & Yukl, 1977: 75).(Motivasi biasanya didefinisikan sebagai proses yang membangkitkan dan mengarahkan tindakan)
Dari beberapa definisi tersebut, secara umum dapat dikatakan
bahwa istilah motivasi ini digunakan untuk menunjukkan pengertian
sebagai berikut:
a. Pemberi daya/pembangkit tingkah laku manusia
Konsep ini menunjuk pada suatu kekuatan dalam diri individu (energy)
yang mendorong tindakan dengan cara-cara tertentu
b. Pemberi arah pada tingkah laku manusia
Konsep ini menunjuk adanya orientasi/arah tingkah laku pada suatu tujuan.
Teori Motivasi – Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi.
Dua factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor motvator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
-Tanggung Jawab (responsibility)
-Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
Teori kebutuhan McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)
Teori Harapan – Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi
Reinforcement theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi
Penggolongan Motivasi Manusia
Berkaitan dengan penelitian ini maka penggolongan motivasi dapat
dibagi dua yaitu :
1) Motif Primer dan Sekunder
Penggolongan motif ini berdasarkan pada latar belakang
perkembangan motif. Motif primer dilatar belakangi oleh proses fisio-kemis
di dalam tubuh. Sedangkan motif sekunder di latarbelakangi oleh semua
motif yang tidak langsung pada keadaan organisme individu.
Motivasi primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak dia terlahir di dunia, seperti kebutuhan menghilangkan
rasa haus, rasa lapar, serta kebutuhan udaa bersih. Kebutuhan – kebutuhan
itu secara mendasar harus terpenuhi sebab kalau tidak tantangannya adalah
maut.
Motivasi sekunder, motivasi ini tidak dibawa sejak lahir melainkan terbentuk bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motivasi sekunder ini berkembang berkat adanya usaha “belajar”. Karena belajar, individu terdorong melakuakn berbagai hal seperti membaca, mmenulis, melukis dan sebagainya.
2) Motif Intrinsik dan Ekstrinsik
Penggolongan motif ini berdasarkan pada sifatnya. Sardiman (2001: 87-
89) mengemukakan bahwa :
“ Motivasi intrinsic adalah motif – motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangssang dari luar, karena dalam diri setiap
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu,” sedangkan “
Motivasi ekstrinsik adalah motif – motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya rangsangan dari luar.”
Berdasarkan dari pengertian tersebut maka motivasi intrinsic adalah
motif – motif yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar, karena
motif atau dorongan tersebut sudah ada dalam diri individu dan tidak
dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya. Jadi tingkah laku yang dilakukan
seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri, bukan dorongan dari luar.
Misalnya seorang anak belajar didorong oleh keinginan mengetahui sesuatu
yang sedang dipelajarinya.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar dari anak tersebut adalah benar – benar ingin tahu tentang sesuatu yang terkandung di dalam materi yang sedang dipelajarinya bukan karena takut pada orang tuanya.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif – motif yang berfungsinya
karena adanya factor dari luar. Misalnya seorang anak belajar bukan
didorong oleh keinginan untuk benar – benar mengetahui apa yang
dipelajarinya, ettapi supaya orang tuanya senang atau supaya mendapatkan
nilai yang baik.
Jenis Motivasi
Motivasi positif dan motivasi negatif, motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.
Bukti yang paling dasar terhadap keberhasilan suatu bentuk motivasi adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan.
Woolfolk (1995) menggolongkan motivasi ke dalam dua bagian
yaitu motivasi intrinsik yang berasal dari faktor minat atau ketertarikan,
serta motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Instrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri
tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan
sendiri, misalnya siswa belajar karena ingin mengetahui seluk beluk
suatu masalah selengkap-lengkapnya, ingin menjadi orang yang terdidik, semua keinginan itu berpangkal pada penghayatan kebutuhan dari siswa berdaya upaya, melalui kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan itu.
Namun sekarang kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi dengan belajar giat, tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli, selain belajar. Biasanya kegiatan belajar disertai dengan minat dan perasaan senang.
W.S. Winkel (1991) mengatakan bahwa : “Motivasi Intrinsik adalah bentuk motivasi yang berasal dari dalam diri subyek yang belajar”. Namun terbentuknya motivasi intrinsic biasanya orang lain juga memegang peran, misalnya orang tua atau guru menyadarkan anak akan kaitan antara belajar dan menjadi orang yang berpengetahuan.
Biarpun kesadaran itu pada suatu ketika mulai timbul dari dalam diri sendiri, pengaruh dari pendidik telah ikut menanamkan kesadaran itu.Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul akibat pengaruh dari luar individu, apakah
karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan
kondisi yang demikian akhirnya ia mau belajar.
Winkel (1991) mengatakan “Motivasi Ekstrinsik, aktivitas belajar dimulai
dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri”.
Perlu ditekankan bahwa dorongan atau daya penggerak ialah belajar,
bersumber pada penghayatan atas suatu kebutuhan, tetapi kebutuhan
itu sebenarnya dapat dipengaruhi dengan kegiatan lain, tidak harus
melalui kegiatan belajar.
Motivasi belajar selalu berpangkal pada suatu kebutuhan yang dihayati oleh orangnya sendiri, walaupun orang lain memegang peran dalam menimbulkan motivasi itu, yang khas dalam motivasi ekstrisik bukanlah ada atau tidak adanya pengaruh dari luar, melainkan apakah kebutuhan yang ingin dipenuhi pada dasarnya hanya dapat dipenuhi dengan cara lain.
Berdasarkan uraian di atas maka motivasi belajar esktrinsik dapat digolongkan antara lain : belajar demi memenuhi kewajiban, belajar demi menghindari hukuman, belajar demi memperoleh hadiah materi yang dijanjikan, belajar demi meningkatkan gengsi social, atau belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting (guru dan orang tua).
Proses Motivasi
Pada umumnya tingkah laku diarahkan pada suatu tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan indivdu. Proses motivasi sebagai pengarah tingkah laku dapat dikatakan sebagai suatu siklus dan merupakan suatu system yang terdiri dari tiga elemen. Ketiga elemen tersebut adalah:kebutuhan (needs), dorongan (drives), dan tujuan (goal).
Luthans (1981:150) mengemukakan ketiga elemen tersebut sebagai berikut:
a. Kebutuhan (needs)
Kebutuhan merupakan suatu kekurangan/deficiency . dalam
pengertian keseimbangan, kebutuhan tercipta apabila tejradi
ketidakseimbangan yang bersifat fisiologis atau psikologis.
b. Dorongan (drives)
Suatu dorongan didefinisikan secara sederhana sebagai suatu
kekurangan disertai pengarahan. Menurut Hull’s dorongan berorientasi
pada tindakan untuk mencapai tujuan.
c. Tujuan (goals)
Suatu tujuan dari siklus motivasi adalah segala sesuatu yang akan
meredakan suatu kebutuhan dan akan mengurangi dorongan. Jadi
pencapaian suatu tujuan cenderung akan memulihkan keseimbangan
yang bersifat fisiologis dan psikologis.
Proses Dasar Motivasi
Sumber: Luthans, F., 1981:150 Sementara itu Steers & Porter (1987:6) mengemukakan model proses motivasi yang bersifat umum didasarkan pada kebutuhan (need) atau harapan (desires, expectation) tingkah laku (behavior), tujuan (goal) dan beberapa bentuk umpan balik.
Pada dasarnya model ini mengungkapkan bahwa individu memiliki
berbagai kebutuhan, keinginan, dan harapan yang kekuatannya berbeda.
Timbulnya suatu kebutuhan, keinginan atau harapan menciptakan suatu
ketidakseimbangan dalam diri nidividu yang kemudian mencoba
meredakan.
Timbulnya kebutuhan, keinginan atau harapan tersebut biasanya diasosiasikan dengan antisipasi atau keyakinan (belief) bahwa tingkah laku tertentu mengarah pada peredaan ketidakseimbangan tersebut. Berdasarkan ketidakseimbangan dalam tubuh dan antisipasi atau keyakinan bahwa tingkah laku ertent tu dapat
meredakanketidakseimbangan itu, maka individu bertingkah laku dengan cara tertentu yang diyakini bsia mencapai tujuan yang diingni
Munculnya tingkah laku ini membangkitkan serangkaian isyarat baik berasal dari individu maupun dari lingkungan luar yang memberikan umpan balik (informasi) mengenai akibat tingkah lakuny saat ini, atau sebaliknya mengisyaratkan bahwa tingkah laku saat ini sudah benar.
Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya fungsi umpan balik terhadap tingkah laku dan terhadap penentuan tujuan berikutnya. Pencapain tujuan dapat mempengaruhi harapan-harapan dalam usaha mencapai tujuan berikutnya, dan juga dapaat dijadikan pengalaman.
Motivasi Berprestasi Berdasark an Pandangan
McClelland
McClelland (1953) mengungkapkan sebuah teori tentang motif.
Dikatakannya bahwa motif dianggap sesuatu yang dipelajari individu dari
lingkungan sosialnya. Oleh karena itu sering disebut sebagai motif sosial.
Motif sosial terdiri dari 3 ha l yaitu: motif berkuasa, motif bersahabat dan motif berprestasi. Perbedaan tingkah laku setiap orang disebabkan oleh struktur motif. Setiap orang mempunyai ketiga motif sosial dengan kekuatan yang berbeda-beda. Pada umumnya hanya satu motif yang paling kuatlah yang mewarnai tingkah laku individu dalam hubungannya dengan lingkungan.
Menurut McClelland (www.accel-team.com), melalui penelitianpenelitan
yang dilakukan, motif berprestasi dianggap sebagai motif yang
dapat dibedakan dari motif lani nya. Hal yang lebih penting untuk
diperhatikan adalah motif berprestasi dapat diteliti secara terpisah dari
motif lainnya dan dapat dilakukan penelitian pada berbagai kelompok
yang berbeda.
Sehubungan dengan pokok bahasan pada tulisan ini berfokus
pada motivasi belajar, maka secara teoretis pun hanya dikemukakan teori
mengenai motif berprestasi.
Motif berprestasi merupakan kebutuhan pada setiap individu untuk
mencapai atau bahkan melampau i ukuran keberhasilan yang
ditetapkannya sendiri maupun dari orang lain. Individu dengan motif
berprestasi cenderung ingin bekerja lebih baik dari orang lain, senang
melakukan pekerjaan sendiri, dan tidak menggantungkan diri pada orang
lain (McClelland, 1953).
Adapun ciri-ciri individu dengan motif berprestasi tinggi yaitu :
a. Mempunyai tanggung jawab pribadi atas segala perbuatannya.
Individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi cenderung untuk
melakukan sendiri apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ia
mempunyai pandangan bahwa apapun hasil yang didapat, itu ia akan
dapatkan karena usahanya sendiri sehingga ia tidak akan menyalahkan
orang lain apabila terjadi suatu kegagalan.
b. Memperhatikan umpan balik atas segala perbuatannya. Individu dengan motif berprestasi tinggi akan memaknakan umpan balik sebagai suatu masukan yang penting, dimana ia dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dirinya dalam melakukan suatu hal tertentu sehingga informasi tersebut dapat menjadi
pedoman bagi perbuatannya dikemudian hari. Hal ini membuat individu dengan motif berprestasi tinggi mempunyai keterbukaan tentang umpan balik, aktif
mencari umpan balik dan senang mencari umpan balik.
c. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang lebih baik dan bersikap kreatif. Individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi berusaha mencari cara untuk mengerjakan suatu hal dengan lebih baik dan suka melakukan pekerjaan yang tidak biasa atau unik sifatnya
d. Berusaha sekuat kemampuannya dalam mencapai cita-cita yaitu belajar
keras, tekun dan ulet. Individu dengan motif berprestasi tinggi akan menetapkan tujuan yang realistis yang sesuai dengan kemampuan dan akan mengatur dirinya
agar dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif.
Dapat dikatakan bahwa ia mempunyai harapan yang tinggi untuk berhasil dan ia juga akan berusaha dengan keras untuk mencapai tujuannya. Sekalipun ia menemui kesulitan, ia akan memandang kesulitan tersebut sebagai suatu tantangan dan ia merasa yakin dapat mengatasinya dengan kerja keras dan pantang mundur.
e. Cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan moderat. Individu dengan motif berprestasi tinggi cenderung untuk memilih resiko moderat (sedang) dalam mencapai suatu tujuan agar tujuan yang telah ditetapkan masih dapat dicapai sesuai dengan kemampuan dirinya.
Jika tujuan tersebut cukup tinggi maka ia akan bekerja keras untuk mencapainya. Individu dengan motif berprestasi tinggi akan menetapkan tujuan prestasi yang realistis, sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
f. Mengadakan antisipasi berencana untuk keberhasilan pelaksanaan
tugas belajarnya. Sebelum melakukan suatu hal, individu dengan motif berprestasi tinggi cenderung membuat perencanaan secara matang dan mempersiapkanterlebih dahulu hal-hal yang diperlukan agar apa y ang akan
dilakukannya akan berhasil dengan baik sesuai rencana.
Berbagai penelitian tentang motif berprestasi telah dikemukakan pula
oleh para ahli. Selain McCleallnd (1953) yang menyebut motif berprestasi sebagai suatu motif yang mendorong dan mengarahkan munculnya tingkah laku pada seseorang untuk mencapai prestasi tertentu, Hermans (1967) merumuskan motif berprestasi sebagai suatu kecenderungan berbuat melebihi atau mengungguli orang lain, baik ditinjau dari sudut orang lain maupun dari sudut diri sendiri.
Makna mengungguli orang lain disini berarti berusaha sebaik-baiknya melalui
suatu kegiatan tertentu dalam mencapai sasaran. Dalam situasi yang menuntut prestasi, individu yang mempunyai motif berprestasi akan terdorong untuk menampilkan perilaku tertentu guna memenuhi atau bahkan melampaui suatu standar keunggulan.
Ia tidak akan merasa puas hanya karena dapat mengerjakan suatu tugas tetapi
akan berusaha keras untuk mencapai standar penugasan atau prestasi
tertentu dalam mengerjakannya.
Fungsi Motivasi dalam Belajar
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masing – masing pihak
sebenarnya telah dilatar belakangi oleh motivasi, dan motivasi telah
bertalian dengan tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut ada empat fungsi
motivasi antara lain :
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi.
2) Menentukan arah perbauatn, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan – perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan – perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
4) Sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan
suatu usaha karena adanya motivasi. (Sardiman, 2001: 83).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam
belajar adalah mendorong manusia untuk melakukan suatu tugas atau
perbuatan yang serasi guna mencapai tujuan yang dikehendaki dengan
menyisihkan perbuatan – perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
Ciri – ciri Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
1) Memberi nilai
Angka dimaksud adalah sebagai symbol atau nilai dari hasil aktivitas
belajar anak didik yang diberikan sesuai hasil ulangan yang telah mereka
peroleh dari hasil penilaian guru yang biasanya terdapat di dalam buku
rapor sesuai jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum
2) Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada anak didik yang berprestasi
yang berupa uang beasiswa, buku tulis, alat tulis atau buku bacaan
lainnya yang dikumpulkan dalam sebuah kotak terbungkus dengan rapi,
untuk memotivasi anak didik agar senantiasa mempertahankan prestasi
belajar selama berstudi.
3) Kompetisi
Kompetisi adalah persaingan yang digunakan sebagai alat motivasi
untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar, baik dalam
bentuk individu maupun kelompok untuk menjadikan proses belajar
mengajar yang kondusif.
4) Pujian
Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai
alat motivasi. Dengan pujian yang diberikan akan membesarkan jiwa
anak didik dan akan lebih bergairah belajar bila hasil pekerjaannya
dipuji dan diperhatikan, tetepi pujian harus diberikan secara merata
kepada anak didik sebagai individu bukan kepada yang cantik atau yang
pintar. Dengan begitu anak didik tidak antipati terhadap guru, tetapi
merupakan figure yang disenangi dan dikagumi.
5) Hukuman
Meskipun hukuman sebagai reinforcement yang negative, tetapi bila
dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang
baik dan efektif. Hukuman mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap
dan perbuatan anak didik yang dianggap salah dapat berupa sanksi yang
diberikan kepada anak didik sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan
l
sehingga anak didik tidak akan mengulangi kesalahan atau pelanggaran
di hari mendatang.
Selain itu ada pula fungsi lain dari motivasi belajar menurut M. Ngalim
Purwanto, (1992:72) bahwa fungsi motivasi adalah menggerakan,
mengarahkan, dan meneropong tingkah laku manusia. Menurut Sardiman
(1996:85) bahwa “ fungsi motivasi adalah sebagai pendorong usaha dan
pencapaian prestasi “. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan
menunjukkan hasil yang baik.
Berdasarkan dari beberapa pendapat pendidikan tersebut dapat
disimpulkan bahwa motivasi berfungsi sebagai tenaga penggerak bagi
seseorang atau peserta didik yang menimbulkan upaya keras untuk lekaukan
aktivitas mereka sehingga dapat mencapai tujuan belajar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi M otif
Berprestasi
Mc Clelland (1953) mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi motif berprestasi, meliputi:
a. Faktor Individual
Dalam hal ini, faktor individual yang dimaksud terutama adalah faktor
intelegensi dan faktor penilaian individu tentang dirinya. Intelegensi
merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki seseorang
dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan
masalah yang dilakukan individu.
Apabila individu mempunyai taraf intelegensi diatas rata-rata maka kemungkinan motif berprestasinya tinggi dan apabila individu mempunyai taraf intelegensi di bawah ratarata maka kemungkinan taraf motif berprestasinya rendah. Taraf
kecerdasan (intelegensi) yang dimiliki indviidu juga akan turut menentukan atau mempengaruhi prestasi yang dicapainya.
Faktor lainnya adalah penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Misalnya mengenai kondisi fisik, kemampuan melakukan suatu tugas atau apa yang dirasakannya. Hal ini sejalan dengan pendapat DeCecco & Crawford (1977), bahwa dalam membicarakan motivasi tidak dapat dilepaskan dari faktor kepribadian individu seperti sikap dan nilai-nilai yang ada dalam dirinya.
b. Faktor Lingkungan
Maksud dari faktor lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada
diluar diri individu, yang turut mempengaruhi motif berprestasinya.
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Lingkungan Keluarga
Relasi yang kurang harmonis dalam keluarga dapat menimbulkan
gangguan-gangguan emosional pada anggota keluarga, termasuk anak
sebagai anggota sebuah keluarga. Gangguan emosional seringkali
berupa bentuk-bentuk ketegangan atau konflik yang dirasakan dalam
diri individu.
Keadaan seperti ini akan menyebabkan berkurangnya fungsi perhatian individu sehingga daya konsentrasi dalam menghadapi tugas-tugas yang menuntut kemampuannya menurun. Akibatnya, sekalipun mahasiswa mempunyai tingkat intelegensi tinggi namun bila ia mengalami gangguan emosional maka motif berprestasinya akan cenderung rendah.
Sebaliknya, bila relasi dalam keluarga berlangsung harmonis dan dapat memberikan rasa aman, maka individu akan merasa bebas untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri. Individu yang diberi kesempatan untuk mengekpresikan diri dan ternyata berhasil, maka ia akan merasa tertantang untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi.
Bila mengalami kegagalan, ia tidak akan menyalahkan lingkungan karena ia menyadari bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh kurangnya usaha dalam mencapai prestasi yang diinginkan.
2) Lingkungan Sosial
Merupakan lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul
sehari-hari. Lingkungan sekitar yang banyak memberikan rangsangan
akan membantu meningkatkan rasa ingin tahu individu sehingga akan
mengembangkan dan meningkatkan motif berprestasinya.
Disamping itu, lingkungan sekitar yang memberikan kesempatan pada individu
untuk dapat lebih mengekspresikan kemampuannya, akan membuat individu lebih percaya diri, sehingga meskipun mengalami kegagalan, ia akan terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik lagi.
3) Lingkungan Akademik
Lingkungan akademik menyangkut sejauh mana sebuah institusi
pendidikan dapat memenuhi kebutuhan individu sebagai siswa
berprestasi di sekolahnya, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan
antara siswa dan guru, dan hubungan antar siswa sendiri.
BAB III
ANALISIS PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA di SMA Negeri 1 Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutaikertanegara
Didasari oleh tinjauan teoretis pada bab sebelumnya, maka pada
bab ini diulas mengenai peran guru dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa. Bila merujuk pada pandangan Luthan, F. (1981) dan McClelland
(1975) dapat disimpulkan bahwa pada diri setiap manusia telah tersedia
potensi energy atau sebuah kekuatan yang dapat menggerakkan dan
mengarahkan tingkah lakunya pada tujuan.
Di dalamnya tercakup pula potensi energi/kekuatan untuk berprestasi (motif berprestasi) yang kekuatannya berbeda pada setiap manusia. Apabila terpicu, potensi energi berprestasi ini keadaannya akan meningkat bahkan akan menggerakkan dan mengarahkan pada tingkah laku belajar. Dengan demikian hal ini dapat memberikan pandangan sekaligus harapan bagi para pendidik/guru
bahwa:
1) Setiap diri anak didik/siswa telah dibekali kekuatan untuk berprestasi
(motivasi berprestasi).
2) Kekuatan berprestasi setiap siswa berbedabeda.
3) Kekuatan berprestasi setiap siswa dapat ditingkatkan.
4) Setiap siswa dapat menunjukkan tingkah laku
belajar atau usaha-usaha untuk mencapai tujuan belajar (memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan pengembangan belajar).
5) Di samping itu, guru perlu lebih menghayati
perannya sebagai pendidik sehingga muncul rasa tanggung jawab dan
kepercayaan diri dalam memproses anak didik. Barangkali pernyataan
yang dikutip dari McKeachie (1986) dalam
http://www.sabda.org/pepak/pustaka/061138/) ini dapat memberikan
harapan pula, yakni: “ kemampuan guru untuk menjadikan dirinya
model yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kesanggupan
dalam diri peserta didik merupakan aset utama dalam membangkitkan
motivasi”.
6) Guru membutuhkan upaya-upaya yang dapat memicu bergeraknya motivasi berprestasi setiap siswa. Agar kita dapat mengetahui seperti apa pemicunya, seyogyanya kita kaji kembali pandangan para ahli tentang pemicu motivasi
berprestasi.
Menurut Luthan (1981), proses motivasi merupakan sebuah system yang terdiri dari tiga elemen, yaitu: kebutuhan, dorongan, dan tujuan. ketiga elemen tersebut bekerja sebagai suatu siklus.
Dikatakannya bahwa pada umumnya tingkah laku diarahkan pada suatu tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan individu. Sedangkan menurut Mc Clelland (1953, dalam skripsi Maria, 2009) disebutkan bahwa terdapat tiga factor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu faktor: individual, keluarga, dan lingkungan akademik. Merujuk pada pandangan-pandangan tersebut, maka guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama. Tingkah laku belajar dapat terjadi bila siswa memiliki tujuan untuk apa ia belajar. Sehubungan dengan itu guru sejak awal pengajaran seyogyanya memberikan wawasan/informasi mengenai tujuan pencapaian tingkah laku belajar yang lebih spesifik atas ilmu yang sedang dipelajarinya saat itu serta bagaimana manfaat dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari maupun manfaat atas pengembangan ilmu tersebut pada masa datang.
Kedua. Setiap siswa memiliki kebutuhan terkait dengan tingkah laku belajarnya sehingga tujuan belajar pun akan dicapai siswa dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut. Dengan kata lain bahwa harapan siswa akan pemenuhan kebutuhannya yang dapat diperoleh dari pencapaian tujuan tingkah laku belajarnya dapat mendorong dirinya untuk menunjukkan tingkah laku belaajr atau melakukan usaha-usaha pencapaian tujuan belajar tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka para pendidik perlu mengidentifikasi kebutuhan siswa tersebut terkait dengan konsekwensi atas pencapaian tujuan belajar tersebut. Misalnya, pencapaian tujuan belajar adalah diperolehnya pemahaman atas suatu
ilmu.
Konsekwensi atas pemerolehan ini dapat bermacam-macam, antara
lain: menjadi orang yang berpengetahuan agar dapat berkarya dibidang
ilmunya, mendapatkan ranking di kelas sehingga membanggakan dirinya
atau orang tua, mendapatkan ranking di kelas sehingga dapat memperoleh hadiah yang dijanjikan guru atau orang tua, mendapatkan ranking di kelas sehingga gengsi diri meningkat, atau bahkan
mendapatkan ranking di kelas sehingga terlepas dari hukuman orang tua.
Konsekwensi ini mengindikasikan kebutuhan anak didik / siswa tersebut.
Didasari pandangan Woolfolk (1995) mengenai jenis motivasi, maka dapat dikatakan bahwa bila siswa menunjukkan tingkah laku belajar karena ingin memperoleh pemahaman yang lebih dalam atas ilmu tertentu sehingga menjadi siswa terdidik, dan kebutuhan itu hanya dapat dipenuhi hanya dengan belajar dan tidak ada cara lain selain belajar, maka tingkahlaku belajarnya akan disertai dengan minat dan perasaan senang. Tergeraknya tingkah laku belajar yang didasari oleh penghayatan akan kebutuhan seperti dijelaskan di atas menunjukkan bahwa tingkah laku belajarnya digerakan oleh motivasi intrinsic. Sebaliknya, apabila aktivitas belajar siswa dimulai dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri, maka dapat dikatakan ia tergerak oleh motivasi ekstrinsik.
Bila kedua hal tersebut dibandingkan, terlihat bahwa motivasi intrinsic diperkirakan relative akan bertahan lebih lama, karena daya tariknya bersifat internal dan tidak bergantung pada lingkungan luar.
Dengan demikian, penting kiranya bagi para guru untuk menelusuri hal ini dan kemudian memberikan umpan balik kepada siswa mengenai jenis motivasi yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku belajarnya agar siswa dapat menyadarinya, kemudian melakukan reorientasi atas tingkah laku belajarnya dengan harapan siswa dapat memilih dan menetapkan tujuan belajar yang pokok dan benar bagi dirinya. Harapan lain adalah siswa dapat menetapkan di dalam dirinya bahwa motif ekstrinsik menjadi tujuan penunjang dalam tingkah laku belajarnya.
Ketiga. Faktor individual, keluarga, dan lingkungan merupakan
factor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi. Mengingat
hal itu maka guru seyogyanya melakukan hal berikut ini:
1) Mengenal setiap siswa secara pribadi agar dapat melakukan
pendekatan kepada siswa secara tepat sesuai keadaan kemampuan
(kekuatan dan kelemahan pribadi) siswa.
2) Menciptakan suasana/iklim belajar yang menyenangkan.
Iklim kelas dalam hal ini meliputi: adanya kepedulian dan penghargaan guru atas
prestasi siswa di kelas, adanya hubungan interpersonal yang baik antar
siswa sehingga mereka merasa menjadi bagian dari kelasnya, serta
adanya kebanggaan atas kelas dan sekolahnya.
3) Di samping itu, kiranya yang perlu dilakukan guru agar tercipta
suasana kelas yang menyenangkan adalah apabila pendidik menguasai
berbagai methode dan teknik mengajar dan menggunakannya secara
tepat. Penguasaan berbagai metode dan teknik mengajar serta
penerapannya secara tepat membuat guru mampu mengubah-ubah
cara mengajarnya sesuai dengan suasana kelas.
4) Khusus pada siswa yang sudah tergolong remaja dan menjelang
dewasa, seyogyanya guru menempatkan dirinya sebagai fasilitator dan
dapat menerapkan pola mengajar andragogi pada siswa .
KETERAMPILAN GURU MENGAJAR
Pengertian Keterampilan Guru Mengajar
Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada motivasi belajar dan peningkatan kualitas lulusan sekolah (Uno, 2006).
Sejalan dengan pernyataan Uno di atas, Boyer (dalam Elliot dkk, 1999) menyatakan bahwa keterampilan guru mengajar berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dengan siswa, pengetahuan yang dimiliki serta bagaimana menginformasikan pengetahuan tersebut kepada siswa sehingga siswa menjadi sadar terhadap pengetahuan tersebut.
Pintrich & Schunk (2002) menambahkan bahwa guru yang memiliki keterampilan mengajar akan menerapkan praktek-praktek pengajaran yang bervariasi dalam kelas mereka.
Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar
Terdapat enam aspek yang menggambarkan keterampilan guru mengajar (Pintrich & Schunk, 2002). Keenam aspek tersebut yaitu:
a. Mengulas pembelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan pengulangan singkat mengenai pembelajaran sebelumnya, periksa tugas yang diberikan di hari sebelumnya, dan ajarkan kembali materi tersebut jika dibutuhkan. Keterampilan ini bertujuan untuk membantu mempersiapkan siswa dalam belajar materi yang baru dan menciptakan kesadaran awal mengenai kemampuan siswa dalam belajar.
Selain itu, guru dapat mengeluarkan informasi di dalam memori jangka panjang siswa dan memberikan suatu struktur kognitif untuk memasukkan materi baru. Akan lebih mudah bagi siswa untuk memperoses informasi jika mereka menggabungkan informasi baru dengan pembelajaran sebelumnya karena akan membangun jaringan pengetahuan yang lebih terorganisir.
b. Memberikan materi baru. Pemberian materi baru dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sederhana serta instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail. Langkah-langkah yang sederhana bertujuan untuk memastikan bahwa kemampuan siswa dalam memproses informasi tidak berlebihan (overload) dan siswa dapat memproses informasi dengan efektif dan menyimpannya dalam memori sebelum materi yang baru diberikan.
Instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail bertujuan untuk memastikan siswa memahami isi materi dan tidak terikat dalam proses mental yang kompleks untuk memahami apa yang guru katakan.
Memberikan latihan. Latihan yang diberikan harus disertai dengan bimbingan guru sehingga guru dapat memeriksa pemahaman siswa. Latihan merupakan suatu bentuk dari pengulangan, yang akan membantu untuk mengorganisasikan dan menyimpan informasi dalam memori. Dengan latihan yang berulang, materi dan keahlian yang dipelajari dapat dipahami dengan sedikit perhatian.
Memberikan umpan balik (feedback). Umpan balik merupakan sumber laindari pembelajaran yang efektif. Guru yang memberitahukan kepada siswa bahwa penampilan mereka baik, memberikan informasi yang benar saat terjadi kesalahpahaman pada siswa, dan jika dibutuhkan mengajarkan kembali materi yang belum dipahami siswa akan membantu memperkuat kesadaran awal siswa mengenai kemampuan mereka dalam belajar.
Memberikan latihan mandiri. Latihan mandiri dapat meningkatkan kemampuan. Siswa yang bisa mengerjakan tugas karena kemampuan mereka sendiri akan merasa sangat mampu dalam belajar dan termotivasi untuk meningkatkannya. Mengulas kembali materi yang telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Pengulangan secara periodik dimana siswa memiliki penampilan yang baik menunjukkan bahwa siswa telah belajar dan mempertahankan informasi, yang akan meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka.
BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa:
1. Motivasi belajar siswa menunjukkan pengertian sebagai kekuatan
dalam diri siswa (energy) yang mendorong siswa melakukan usahausaha
mencapai tujuan belajar. Disamping itu menunjukan adanya
orientasi siswa / arah tingkah laku siswa pada pencapaian tujuan
belajar.
2. Dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa, hendaknya guru
memperhatikan hal berkut ini:
a. Memiliki paradigma/pandangan positif terhadap upaya peningkatan
motivasi siswa
b. Memiliki keyakinan kuat bahwa pada setiap diri siswa telah tersedia
kekuatan besar (berupa motivasi belajar) untuk menunjukkan
tingkah laku belajar.
c. Peran guru adalah melakukan upaya yang dapat memicu
bergeraknya kekuatan/energy tersebut s ecara lebih tepat dan
cepat (Catatan: deskripsi mengenai hal ini dapat dikaji pada bab
III).
DAFTAR PUSTAKA
De Cecco, J.P & Crawford, W.1977. The Psychology of Learning and
Instruction. 2 nd ed.
Luthans, Fred, 1981, Organizational Psychological Research, NewYork,
John Wiley & Sons Inc.
McClelland, D.C : Atkinson, J.W ; Clark, R.A & Lowell, E.L. 1975. The
Achievement Motive.
Morgan, C.T & R.A. King. 1975. Intoduction to Psychology.
McGraw-Hill.
Morgan, C.T & R.A. King. 1979. Intoduction to Psychology. 2nd.,
McGraw-Hill.
Priyatna Hadinata, Kontribusi iklim kelas terhadap motivasi belajar pada
Siswa SMA. Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas
Gunadarma, Depok.
Steers, Richard.M, Porter, Lyman, 1987, Motivation & Work Behavior, 4th
ed., McGraw Hill Company
Wexley, K.N. & Yukl, G.A., 1977, Organizational Behavior and Personnel
Psychology, Ontario, Richard D. Irwin, Inc.
Winkel, W. S, 1991, Psikologi Pendidikan Alumni,
Woolfolk, A.E., 1995. Educational Psychology. Sixth Edition.
and Bacon.
http://www.anneahira.com/motivasi/index.htm
http://www.sabda.org/pepak/pustaka/061138/
www.accel-team.com , diakses Januari 2005
Natawidjaya, Rochman. 1979. Psikologi Pendidikan.
Sardiman A. M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Rajawali Pers
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Rineka Cipta
Dimiyati & Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran.
Tinggi dan Depdikbud
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research Jilid 1.
. 2001. Metodologi Research Jilid 2.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem.
Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran.
Dimiyati & Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran.
Tinggi dan Depdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar